Budi Yuniarsa

Budi Yuniarsa
Penulis Buku :Seri Paradigma Baru, harta vs Aset, Kaya atau Makmur, Pilih Mana?

Rabu, 04 Februari 2009

"JAKET PENULIS", Apaan Tuh? (catatan Penulis, 5 bulan cetakan ke-3)

JILID 2.

Saya bukan apa-apa...pada awalnya
Keyakinan saya waktu menunggu penantian presentasi di penerbit Elexmedia adalah pesanan fotocopy draft buku saya. Mereka berani membeli 30.000 rupiah untuk penganti uang fotocopy. Kurang lebih 100 fotocopian telah tersebar. Sewaktu saya tanyakan komentar mereka, mereka menjawab,"Saya baru mengerti tentang Aset dari sudut pandang pribadi, setelah baca buku mas Budi".
Mungkin kalau orang yang berkomentar itu adalah seorang yang berpendidikan minimal SMA, tidak menimbulkan keyakinan pada saya. Tetapi yang membuat saya yakin adalah seorang yang bernama H. Mastur, seorang Betawi berumur 60 tahun dan tidak lulus SD (kelas 3). Beliau saya anggap seperti seorang Bapak bagi saya dan kebanggaan serta pemebelajaran saya dari beliau adalah keinginannya untuk tidak berhenti belajar pada usia senja. Sekarang beliau dapat memahami aset dan berdiskusi dengan orang-orang yang berpendidikan. Jadi sekolah adalah bukan jaminan bahwa seseorang memiliki ilmu dan mau belajar. Belajar tidak sama dengan sekolah. Tetapi sekolah adalah salah satu bagian tempat belajar. Belajar adalah sebuah keinginan tanpa henti dari diri sendiri untuk mengetahui sesuatu bagi kehidupan kita. Belajar adalah pada saat "melakukan", bukan pada saat menerima". Artinya, tidak ada kata "Berhenti" untuk belajar di kehidupan kita, karena hidup adalah "melakukan". Salah satu cara melakukan belajar adalah dengan membaca buku.

Saya bukan apa-apa...pada awalnya
Buku, banyak orang menilai bahwa buku adalah sekumpulan lembaran kertas yang berisi tulisan-tulisan yang memusingkan mereka. Sering saya mendengar,"saya mau belajar, tapi kalau disuruh baca buku saya males dan tidak suka membaca". Buku garatisanpun mungkin tidak akan mereka baca serta bermanfaat, kalau sudah males dan tidak suka baca buku.
Buku, banyak orang menilai bahwa membeli buku adalah biaya, biaya yang tidak perlu. Ada juga orang yang berpikir bahwa buku adalah spekulasi, "kalau buku gw beli bagus gw untung, kalau jelek gw rugi". Kadang saya bertanya,"Mengapa kita tidak berpikir bahwa membeli buku adalah Investasi?". Ilmu yang dapat kita serap dari buku dapat bermanfat bagi kehidupan dan masa depan kita. Buku adalah gudangnya informasi dan solusi. Kita terlalu sering memberi makan "Leher kebawah", tetapi lupa memikirkan memberi makan "Leher keatas". Tidak ada buku yang jelek, yang ada seberaoa banyak kita melakukan sesuatu dalam kehidupan?. Karena kalau kita banyak melakukan, kita akan tahu seberapa bagus itu buku. Semua ini adalah masalah PARADIGMA.
Orang seharusnya melhat keilmuan seseorang dari buku-buku yang dia baca, bukan dari sekolahnya atau seberapa tinggi dia sekolah. Sekolah adalah tempat melakukan banyak kesalahan, dan kita tahu tempat bertanya atau ditegur kesalahan kita dari seorang guru. Apa lacur, budaya di Indonesia, sekolah adalah tempat dimana kita harus benar. Guru kita akan marah, jika kita melakukan kesalahan, bukan mendidik kita untuk memahami apa makna kesalahan dan mencari kebenaran serta solusinya. Kesalahan atau kegagalan adalah proses seseorang menjadi dewasa, sebelum dia berhadapan dengan sekolah yang lebih besar yaitu kehidupan bermasyarakat. Sekali lagi inilah Paradigma.

Saya bukan apa-apa...pada awalnya
Persiapan saya selama semingu menunggu hari H adalah mencari buku dan bertanya dengan orang yang pernah berhasil presentasi dengan penerbit. Padahal setelah menjadi penulis, saya baru tahu ada sekolah/kursus yang menyediakan semua fasilitas seperti latihan cara menulis, mempersiapkan presentasinya, berhubungan dengan penerbit dan sebagainya. Saya menyesal tidak membaca buku dan mencari informasi mengenai ini. Jika kita tahu informasi ini sejak awal, mungkin saya dapat memangkas waktu lebih cepat.
Hari H telah tiba. Saya datang ke kantor Gramedia pusat di jalan Palmerah jam 11.00 siang. Gedung yang megah dan membuat saya deg-degan. Teman saya yang belum memiliki penerbit sebesar ini sudah menolak saya, bagaimana dengan penerbit sekelas Elexmedia (Gramedia Grup)?
Saya coba menarik nafas dalam-dalam dan melangkahkan kaki lebih cepat, supaya otak saya ini tidak memikirkan yang lain-lain selain fokus pada apa yang akan saya presentasikan. Sambil mengafirmasi diri dengan mengatakan pada diri sendiri,
"Emang gw mati kalau ditolak mereka?"

Saya bukan apa-apa...pada awalnya
Saya Menunggu di lobi kurang lebih 5 menit, karena mereka harus mempersiapkan ruang dan orang-orangnya. Kemudian saya diundang masuk kedalam sebuah ruang rapat. Terkejut, ini kata pertama yang tersirat dalam diri saya. Ruang rapat dipenuhi kurang lebih 7 orang. Apakah mereka penulis yang dikumpulkan sekalian dengan saya? Apakah mereka...siapa?

Tunggu tulisan saya berikutnya...Salam Aset..Makmur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer